Pembicara pada kesempatan ini adalah Muhammad Aswad dari Toyama University dengan bidang kajian Farmasi dan lebih spesifik membahas tentang Bioorthogonal Click Chemistry, lalu ada Heri Satria dari Kanazawa University dengan bidang kajian teknik Kimia dan berfokus pada Bioethanol, dan terakhir Lisda Nurjaleka dari Kanazawa University bidang kajian Sociolinguistic yang pada kesempatan ini membahas tentang Pragmatic Failure. Apakah yang disampaikan beliau2x ini? mari kita bahas dalam kacamata orang awam :)
"Bioorthogonal Click Chemistry" oleh Muhammad Aswad.
Muhammad Aswad sendiri adalah seorang dosen Farmasi di Universitas Hassanudin Makassar yang berkuliah di Toyama Univeristy Jepang. Beliau berkonsentrasi pada Chemical Biology. Mengerti Chemical Biology? awalnya saya pikir sama kaya Biology Chemical or BioChemical bahasa keren yang sering kita dengar. Ternyata??? beda qkkqkq.
Chemical Biology adalah bidang penelitian interdisiplin dimana perangkat kimia dan teknologi digunakan untuk meneliti proses biologi. Serupa dengan mempelajari sistem biologi akan memfasilitasi penemuan dan perkembangan prinsip-prinsip kimia baru (Xing Cheng, Peking University China)
Ini materi bagi saya tergolong berat, tapi seperti pepatah, ringan sama dijinjing, berat lu yang pikul, jadi saya mencoba memahami sebisanya, tapi beban beratnya silahkan pikir sendiri :) . Passion utama dari bioorthogonal click chemistry ini menurut pemahaman saya adalah bagaimana menggabungkan senyawa kimia dalam lingkungan hidup setingkat sel. seperti katanya "click", yang bisa diartikan cocok, pas, jodoh, maka peneliti disebut jg mak comblang yang menjodoh2xkan senyawa2x kimia tertentu yang menjadi target dalam penelitiannya.
Hal terpenting dari chemical biology ini adalah untuk membantu proses diagnosa penyakit dan pengembangan obat baru. Seperti kita tahu suatu obat adalah rangkaian ikatan kimia yang jika kita rubah saja 1 bagiannya akan berubah fungsinya. mungkin begitu yang saya tangkap, technically? hubungi Om Muhammad Aswad langsung saja :)
Complete Recycle in Bioethanol Technology oleh Heri Satria
Istilah Bioethanol tentu sudah sering kita dengar ya, bahan bakar ramah lingkungan di masa depan. Nah konsep yang dikemukakan oleh Heri Satria adalah bagaimana proses produksi bioethanol ini lebih cost effective lagi dengan membuat atau merealisasikan Complete Recycle Concept. Konsep ini dikemukakan oleh bapak Heri Satria yang merupakan dosen dari Universitas Lampung
Biomass sebagai bahan bioethanol tersedia luas, banyak, terutama di Indonesia. jadi konsep ramah lingkungan ini sangat cocok untuk dikembangkan dalam skala Industri jika memang bisa terbukti dalam lingkup laboratorium. Pada pemaparan ini saya kembali ke masa SMA lagi, ketemu istilah H2SO4 (Asal Sulfat), Asam sulfat adalah asam lemah yang merupakan oksidator, dulu waktu SMA mesti pernah campur ini asam kuat basa kuat ,asam lemah basa kuat, dsb.. saya masih gabung H2SO4 dengan NaOH yang nanti terbentuk endapan NaSO4 dan H2O. ah OOT.. back to topic...
Kunci dari pembentukan ethanol dari bahan baku biomass seperti jerami, ampas tebu, dsb adalah mengubah glukosa menjadi ethanol dengan proses fermentasi. Nah proses mendapatkan glukosa dari selulosa atau bahan baku biomass ini yang menjadi tantangan. Biasanya proses memecah senyawa sellulosa menjadi glukosa menggunakan enzime (enzyme based reaction). Namun konsep yang dipakai oleh Pak Heri adalah menggunakan Asam Sulfat sebagai pretreatment dan Zweitterion dengan bantuan microwave heater pada suhu tertentu untuk mengurai sellulosa menjadi glukosa.
Menariknya dari konsep ini adalah bahwa konsep ini lebih cost effective daripada menggunakan teknik enzym, dan... ada kemungkinan bahwa bahan baku asam sulfat dan zweitterionnya dapat di reuseable dengan menggunakan beragam teknik kimia. Bayangkan potensinya dalam skala Industri, dimana bisa kita bisa mengolah biomass menjadi bioethanol menggunakan cara yang cost effective dan reuseable/recycleable.
Pragmatic Failure *Problem in Intercultural Communication oleh Lisda Nurjaleka
nah ini, masalah budaya dan komunikasi sangat penting, tidak hanya bagi kami expat yang tinggal di negeri asing (ceilee expattttt), tapi juga di perusahaan, or dimana saja yang membutuhkan komunikasi terbuka intercultural.
Menurut Kaplan terdapat perbedaan tipe retorika atau berbicara tergantung kepada budaya dan bahasa pengantar yang digunakan. Budaya dan Bahasa adalah hal yang tidak dapat dipisahkan.
Gambar diatas bisa kita lihat tipe retorika beragam bangsa yang di visualisasikan dalam gambar. Orang Inggris (Eropa, US) cenderung straight forward, sedangkan orientalis seperti Indonesia termasuk didalamnya cenderung muter-muter hehe... Namun gambar diatas tidak mencerminkan 100% seperti itu, ada juga Inggris yang tidak straight forward, ataupun oriental yang tidak muter, mungkin agak bengkok dan belok dikit baru muter dan sebagainya.
Nah, apa itu cross cultural? cross cultural adalah ketika 2 atau lebih budaya saling berinteraksi, tentunya setiap budaya berbeda, seperti cara bersalaman, cara memberi hormat, contohnya orang Indonesia terbiasa bersalaman ketika bertemu, membuka area pribadinya (radius 1 meter dari tubuhnya). Sedangkan orang Jepang cenderung menghindari sentuhan dan tidak ingin memasuki wilayah pribadi lawan bicara, sehingga mereka membungkuk. Nah kikuk budaya seperti ini pastinya sering terjadi.
Apa itu Pragmatic Failure?
Jika seorang non-native speaker fasih berbahasa asing, tetapi tanpa disadari mereka mungkin mengucapkan hal yang tidak pantas yang menimbulkan ketidak sopanan dan atau menimbulkan kesalah-pahaman.Mungkinkah itu terjadi?? sangat mungkin..
Sebagai contoh, orang Jepang sangat menghormati lawan bicara, jadi sebisa mungkin jika melakukan penolakan tidak menggunakan direct refusal, tetapi lebih seperti berputar putar dan tidak jelas, terkadang membutuhkan ahli tafsir professional untuk menjelaskan maksud utamanya :v. Misal, ketika mereka menolak suatu proposal atau ide, mereka tidak akan serta merta menolak dengan atau tanpa alasan, tetapi lebih sering membuat alasan "I will think about it.." (until when i don't know, just let me think of it.. you just carry your own way). Maksudnya adalah bukan untuk membaca dan meneliti lebih seksama, namun itu adalah bentuk penolakan halus.
Contoh kasus lain adalah kisah nyata tentang tragedi asahimachi :P, wah serem ya disebut tragedi, ganti saja dengan insiden lah.. insiden asahimachi hehe. Ya beberapa waktu lalu terjadi insiden di sekitaran asahimachi, seorang anak Indonesia terserempet mobil di zebra cross tak berlampu lalu lintas. Pada insiden itu sang supir yang seorang Jepang bertanya "daijobu??" (tidak apa2x??), sontak orang tua si anak menjawab "teu kunanaon.. " (padahal anaknya benjut ). Lalu setelah dijawab seperti itu ya tentunya sang supir minta maaf dan melanjutkan perjalanan. Namun siapa sangka hal ini menjadi masalah yang berlarut2x hingga berbulan bulan ke depan :).
Nah itu adalah contoh pragmatic failure didalam komunikasi intercultural. Selain daripada pragmatic failure, diskusi yang berkembang memang lebih banyak share pengalaman kawan kawan di laboratorium ataupun di lingkungan Jepang. Bagaimana kesan pertama di lab itu merupakan segalanya, first impression yang bagus apalagi excellent akan memudahkan proses adaptasi dan mendapatkan kepercayaan dari sensei dan kolega di lab/kampus. Bagaimana Budaya Hourensou, houkoku=melaporkan, renraku=berkomunikasi, soudan=berkonsultasi yang lazim dalam budaya Jepang harus kita pahami dan praktekan.
Inti utamanya adalah seperti peribahasa Indonesia "Dimana bumi dipijak, disitu langit di junjuang....", dimana kita tinggal disitu kita harus beradaptasi dengan lingkungan, dan jangan berharap lingkungan akan beradaptasi dengan kita, karena ketika kita tidak dapat beradaptasi maka dipastikan kita jadi merasa terkucilkan dan mungkin memang dikucilkan. Untuk artikel terkait proses dan jenis adaptasi ada di artikel Proses Adaptasi di Lingkungan Baru.
Anyway acara SRT kemarin adalah acara SRT ketiga yang saya ikuti, untuk orang awam di segala bidang yang dipaparkan (pastinya), saya setidaknya dapat mendapatkan manfaat yang tidak sedikit, beruntung pemaparan yang dijabarkan di downgrade sedikit ke area dimana pemirsa multidisipilin masih dapat mengikuti, mungkin jika yang dipaparkan adalah full teknis disiplin ilmu tertentu akan sulit dimengerti oleh pembelajar disiplin ilmu lain. :). Jadi bukanlah seberapa canggih bidang kajiannya, bukan seberapa keren pemaparannya, tetapi seberapa mampu seorang pemapar menjabarkan passion nya sesuai dengan audiensnya yang beragam. Tentu beda jika di pertemuan keilmuan yang homogen, secanggih dan sekeren mungkin supaya standout.
3 SRT yang saya ikuti bermanfaat? ya
bisa dimengerti? kadang-kadang (kebanyakan kaga)
berbobot ? ya.. karena ga ada pemapar yang anorexia.. semua berbobot, mungkin ada yang agak berkurang bobotnya karena sedang diet...
Sayounaraaaa... sampai jumpa di SRT berikutnya :) |
0 Response to "Scientific Round Table III-2015 (Kodatsuno Kaikan)"